Sunday, August 29, 2010

Kita Jiran Tetangga

Sejak saya rajin berjalan ke blog2, saya perhatikan ramai penulis mengulas tentang isu Malaysia dan Indonesia. Semalam saya terjumpa satu artikel menarik yang tidak berat sebelah. Saya pilih keharmonian sosial daripada peperangan. Anda?

Artikel di bawah ini ditulis oleh seorang warga jiran kita yang menuntut di Malaysia (agak panjang tapi cubalah luangkan sedikit masa membaca).



Genderang Perang pun Ditabuh


Di luar dugaan, Anifah Aman, Menteri Luar Negeri Malaysia, meradang dan menyatakan hampir hilang kesabaran. Kalau Jakarta tidak mencegah demonstran melanggar kedaulatan dengan menimpuki rumahnya di Patra Kuningan, Kuala Lumpur akan mengeluarkan travel advisory, larangan terhadap warganya untuk bepergian ke Indonesia, kecuali dalam keadaan mendesak. Tak perlu waktu lama, Pramono Anung, dari PDIP, menyahuti RI bisa melakukan hal serupa. Bahkan Din Syamsuddin, ketua umum Muhammadiyah, tak kalah garang, Malaysia jangan merasa menjadi orang kaya baru, sehingga bertindak sombong. Saya sendiri mengulum senyum, membayangkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

Kalau memang sudah tak bisa hidup satu rumah (katakanlah ASEAN), ya udah pisah ranjang dulu. Masing-masing merenung apa yang sebenarnya membuat keduanya bersitegang. Bagi saya, sikap Menlu, Marty Natalegawa tetap lebih keren, karena ia mendorong untuk berunding (silahkan juga baca tulisan saya di Jawa Pos, 25 Agustus 2010, "Sengketa Kedaulatan Indonesia-Malaysia: Hentikan Drama Itu yang juga menyarankan hal yang sama, beberapa jam sebelum orang nomor satu menyatakan perundingan yang akan dilakukan di Kinabalu dalam dengar pendapat dengan DPR). Tentu, saya tak perlu menyusupkan dasar filsafat komunikasi efektif Jurgen Habermas di sini, apalagi kemudian mengutip Hadits Nabi tentang persaudaraan dan betapa perang itu adalah kegagalan kita mengontrol hawa nafsu. Namun, Prof AS Hikam dalam komentar di facebook, sikap tegas itu perlu dan dalam memperjuangkan hak, apapun boleh terjadi. 

Namun, saya tetap anti perang, tanpa harus gagah-gahan menyatakan saya adalah pasifis, kayak film Van Diessel saja. Tindakan paling ekstrim, bagaimanapun, adalah pisah ranjang. Namun, jika travel warning hendak diberlakukan kedua negara, apakah warga Indoensia di Malaysia dan sebaliknya harus tetap tinggal di masing-masing negara tempat tinggal sebelumnya, atau harus kembali ke negara asalnya, berpulang pada sikap pemerintah masing-masing. Saya tunduk pada kehendak pemerintah yang saya pilih dulu. Persoalan saya mengkritik SBY dalam kebijakan (policy) tertentu itu tanda saya telah menyatakan hak pendapat saya, namun ketidaksetujuan terhadap kebijakannya akan ditunjukkan pada pemilu yang akan datang. Saya masih percaya bahwa demokrasi ini harus dirawat dengan cara elegan.

Hanya saja, teman-teman Indonesia perlu tahu bahwa sebelum Utusan, koran lokal Malaysia yang paling banyak dibanyak orang Melayu, memberitakan pelemparan kotoran ke kedutaan besar Malaysia di Jalan Rasuna Said, respons masyarakat Malaysia tentang kasus penangkapan 3 petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) belum muncul ke permukaan. Sehari setelahnya The Star dan NST di berita utama (headline) memberitakan bahwa Anifah Aman mengeluarkan ancaman travel warning itu dan meminta RI agar tak membuat kesabarannya hilang telah memantik kejengkelan banyak orang di Semenanjung dan Borneo. Heran juga, tak biasa pejabat tinggi setingkat menteri berkata keras, sementara koleganya di kabinet, Hishamuddin Tun Hussein Onn, menyatakan tindakan 'memalukan' yang dilakukan oleh pegiat demokrasi, LIRA (Lumbung Demokrasi Rakyat) tidak akan merusak (bahasa Malaysia lebih suka menggunakan menjejaskan) hubungan bilateral negara serumpun ini.

Kalau isu hubungan Indonesia-Malaysia yang sedang memanas ini tidak segera diturunkan, tak ayal kelompok-kelompok berkepentingan akan terus mengail di air keruh. Sederhana, motif perebutan kuasa politik dan ekonomi di masing-masing negara akan berkecambah. Malaysia sedang bergelut dengan persoalan konflik internal terkait dengan strategi memenangkan pemilu yang paling menentukan dalam sejarah politik mereka, 2013, demikian Indonesia sedang berusaha untuk menentukan hitam-putih nasibnya yang terpuruk akibat hantaman krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pada pemilu 2014. Masalahnya, kata Plato, banyak pemimpin sekarang adalah orang-orang bodoh, sehingga rakyat pun dirembesi sikap jahil tersebut. Atau, memang karena pemimpin itu pintar sehingga kami pun tak memahami apa yang ingin mereka lakukan untuk kebaikan bersama, terutama untuk rakyatnya.

Perlu diterakan di sini, isyarat yang ditunjukkan SBY dan Najib dengan saling berkunjung pada hari pertama dipilih sebagai orang nomor satu dengan terang-benderang memperlihatkan bahwa kedua negara mempunyai kesalingtergantungan yang perlu dirawat dengan kasih-sayang. Namun, jika seluruh warga dari kedua negara ini ingin mandiri dengan tak lagi menyemai silaturahmi, kehendak mayoritas kadang mengalahkan keinginan minoritas. Lalu, apakah betul mayoritas ingin hubungan inibubrah? Jika ini terjadi, tentu saya bersama 2 jutaan warga RI di Malaysia akan pulang. Namun, saya sendiri tak akan pernah melupakan kebaikan tetangga kami, Pak Cik Makcik, Tionghoa dan India itu, yang selalu menyapa anak semata wayang dengan tulus. Tak ada secuilpun, saya menaruh dendam pada mereka, karena mereka tak berbuat salah. Malah, jika perang itu benar-benar terjadi, saya tetap mendoakan mereka agar dalam keadaan aman dan sejahtera. Demikian juga, doa ini dipanjatkan pada teman-teman Melayu, India dan Tionghoa di tempat saya bekerja agar mereka terhindar dari mara bahaya. Lalu, untuk kombatan, mereka yang telah memilih untuk membela tanah air dengan memanggul senjata,  saya berdoa agar mereka menemukan kebahagiaan yang sejati.

Alamak! ternyata lamunan ini hanya berakhir di sini. Lalu, sepenggal lirik dari nyanyian Bimbo berkelebat di kepala saya "Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin". Masalahnya, apabila rakyat belum sejahtera, apakah pemimpin itu akan dilaknat?


Oleh: Ahmad Sahidah

4 comments:

bidadarihijau said...

xabes2 la benda neh....adoiii..

almutarjimah said...

tak pernah tamat sebab sentiasa ada yang hasad dengki dendam...

Syahidatul Akmal said...

kekadang Amoi pon tak paam,,

dengan sikap org,
yang suke komen yang membakar,,

n amoi tgok,,
segelintir sikap rakyat malaysia pon macam tu,,

semalam mase round² kt facebook, amoi perasan 1 status dari rakyat malaysia, menghina warganegara indonesia busuk n etc,,

bukan kah itu cara yang tidak rasional? perlu ke di hebahkan distatus mcm tu,,
perangai seperti kebudak²an,,
padahal memegang ijazah!

bukan amoi nak menyokong mana², tapi komen laa dr sudut positif,,

selagi ada orang yang membaling tahi dan sembunyik,,

selagi tu laa akan ada org berbunyi...........

almutarjimah said...

amoi: finally! lama dah ni tunggu komen bernas camni. Tahniah!

Segelintir yang busuk hati tak menggambarkan satu negara tu busuk hati betul tak?

Tak boleh nak bayangkan kalau terus perang jugak, kawan2 Indonesia aku terpaksa balik...padahal dah rapat gila dengan family dorang sekali.

Good point of view sis!